Kudus – Kasus pembacokan yang dilakukan oleh eks anggota TNI terhadap pegawai koperasi di Kudus berakhir damai.
Melalui Restorasi Justice (RJ), Kejaksaan Negeri Kudus berhasil memediasi antara pihak korban dengan pelaku pembacokan.
Selain itu, Kejaksaan Kudus juga membantu pelaku dengan menyewakan rumah, sebagai tempat tinggal sementara.
Kasus pembacokan sendiri berawal dari macetnya kredit sebesar 250 juta di sebuah koperasi selama tiga bulan.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Muhammad Baharuddin menyampaikan, Imam Sayogo (61) warga Desa Getaspejaten, Jati, Kudus pada tahun 2018, meminjam uang senilai Rp. 250 juta di Koperasi Graha Mandiri dengan agunan rumah tempat tinggalnya.
“Pelaku hanya mengangsur dua bulan saja dan kemudian menunggak hingga tiga bulan,”kata Muhammad Baharuddin.
Masih kata Bahar, saat didatangi pihak koperasi, istri pelaku sempat berdebat dengan pihak koperasi.
“Mereka sempat berdebat, hingga akhirnya pelaku mengambil sabit dan membacok salah satu pegawai koperasi hingga mengenai tangan,” jelasnya.
Atas kejadian itu, Imam dilaporkan ke Polsek Jati, karena melakukan penganiayaan terhadap pegawai koperasi.
Namun kasusnya berhenti di Polsek Jati, karena pelaku sakit stroke.
Selain itu, rumah pelaku terpaksa dilelang pihak koperasi karena kredit macet.
Meski rumahnya sudah dilelang tahun 2019 dan memiliki pemilik baru, Imam dan keluarga tak lantas meninggalkan rumah tersebut. Dia masih bersikeras mempertahankan rumah tersebut dan kasus yang menjerat Imam bergulir hingga tahun 2021.
Melalui mediasi oleh Kejaksaan Negeri Kudus, akhirnya tercapailah kesepakatan antara pihak pelaku dan korban.
“Perdamaian tersebut menghasilkan kesepakatan Imam bersedia meninggalkan rumah tersebut dengan syarat mendapatkan hunian sementara dari Kejaksaan Negeri Kudus,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Bahar mengungkapkan upaya restorative justice yang diajukan pihaknya ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah disetujui. Dengan adanya putusan Surat Ketetaoan Penghentian Penuntutan (SKP2).
Terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Kudus, Ardian mengungkapkan upaya RJ ini ditempuh pihaknya atas beberapa pertimbangan. Antara lain, tersangka yang sedang stroke sehingga tidak memungkinkan menjalani hukuman pidana.
Dari keterangan, keluarga Imam memilih bertahan karena memang tak memiliki rumah.
Sementara pihak korban dan koperasi mengehendaki yang bersangkutan keluar dari rumah.
“Akhirnya kami menempuh jalur restorasi justice. Sebab ada sisi kemanusiaan yang juga harus dipertimbangkan. Kami bujuk pak Imam untuk pindah. Dan kami coba fasilitasi membantu agar yang bersangkutan bisa punya temapt tinggal sementara,” jelasnya.
Sebab jika dipaksakan perkara pidana diteruskan dinilai memberatkan pelaku dengan kondisi kesehatan yang buruk.
Dengan adanya kesepakatan itu, persoalan perdata selesai dengan pengosongan rumah. Sementara terkait pidana diselesaikan lewaf RJ.
“Terkait bantuan Pemberian hunian sementara karena pertimbangan kejaksaan dan pribadi. Tentunya dengan alasan kemanusiaan. Dengan proses RJ penyelesaian hukum tidak harus di pengadilan,” katanya.
Penyelesaian kasus di kejaksaan Kudus melalui cara RJ ini merupakan yang pertama kali.
Selain karena alasan kemanusiaan, kasus tersebut memang memenuhi Perkejaksaan nomor 5 tahun 2020.