Museum Jenang Gusjigang
Museum yang terletak di Jalan Sunan Muria Kudus, Desa Glantengan, Kecamatan Kota ini ternyata bukan hanya sebagai museum jenang semata, jika dilihat-lihat dan diamati ternyata museum ini bisa juga dikatakan museum miniatur kota Kudus.
Mulai dari Seputar hasil umkm kudus seperti jenang sendiri, lalu produk tembakau dan lain-lain.
Kemudian terdapat iconic kebanggan kota kudus sendiri yakni menara kudus yang berupa miniatur. Ada juga rumah khas, pakaian khas dan masih banyak lagi seputar Kudus yang dapat dijumpai di museum jenang Gusjigang ini.
Yang paling menarik yaitu terdapat beberapa koleksi naskah-naskah Al Qur’an kuno (Manuskrip Al Qur’an) yang terbuat dari kertas daun lontar, yang masih terawat dan tersimpan rapi bersama naskah-naskah Al Qur’an kuno yang lainnya, naskah-naskah Al Qur’an itu tertata rapi dan terlihat sangat terawat didalam beberapa lemari kaca.
Mengetahui Manuskrip kertas Lontar
Manuskrip Al Quran kertas lontar secara sederhana dapat diartikan sebagai naskah kuno Al Qur’an yang ditulis atau diketik(bukan dicetak) berusia minimal 50 tahun yang terbuat dari bahan daun lontar. Jadi sebelum munculnya kertas di Indonesia, para leluhur kita menggunakan media penulisan yang beraneka ragam dan salah satunya adalah dengan menggunakan daun lontar. Meskipun begitu dahulu daun lontar tidak dapat dipakai oleh sembarang orang sebagai media tulis, kebanyakan yang dapat memakainya adalah kalangan terpelajar dan pandai baca tulis seperti kalangan sastrawan, pendeta atau ulama, dan kaum ajar. Daun lontar dipilih karena salah satu sifatnya yang kuat untuk jangka waktu yang lama.
Manuskrip Al Qur’an daun lontar di Museum Gusjigang
Terdapat banyak sekali koleksi manuskrip Al-Qur’an yang dimiliki oleh Museum Jenang dan Wisata Edukasi Gusjigang Kudus. Selain yang berbahan dasar lontar banyak juga naskah-naskah manuskrip Al Qur’an yang berbahan dasar seperti kulit, kertas kuno dan lain-lain. Meskipun banyak koleksi naskah-naskah kuno didalamnya, naskah-naskah tersebut sangatlah terawat dan diperhatikan. Jadi tidak heran jika yang dapat dilihat dimuseum Gusjigang ini naskah-naskahnya masih sangatlah terjaga.
Di museum ini terdapat 3 manuskrip yang berbahan dasar daun lontar. Salah satu yang menjadi perhatian adalah Manuskrip daun lontar yang memiliki keterangan diatasnya yaitu “AL-QUR’AN KUNO DAUN LONTAR” awalnya adalah koleksi milik Bapak Panji Hanief Gumilang dari Rumah Museum Java Mooi Heritage Salatiga yang kemudian di berikan kepada Museum Gusjigang di tahun 2019. Manuskrip ini ditulis dengan teliti diatas daun lontar kering menggunakan pangutik, semacam alat khusus logam jarum yang dipanaskan, alat ini dipakai secara tradisional untuk menoreh tulisan aksara jawa kawi.
Manuskrip Al-Qur’an ini diperkirakan berumur sekitar 3 abad atau 300 tahun. Secara fisik manuskrip ini berukuran besar dan masih dalam kondisi terawat dengan baik. Ketiga manuskrip di museum ini memiliki jumlah daun lontar mulai dari 15-17 daun per halaman, dengan ukuran masing-masing daun lontarnya sekitar 3,5 x 30 cm dan sampulnya terbuat dari pelepah batang pohon lontar. Manuskrip Al-Qur’an daun lontar ini disatukan sebagai satu halaman menggunakan benang pada sisi-sisinya serta dilapisi dengan pelepah pohon lontar pada bagian tengahnya agar kuat sehingga dapat membentuk buku. Manuskrip ini belum menggunakan syakl atau tanda baca (fathah, kasroh, dhommah,dll) sebagaimana Al-Qur’an modern masa kini.
Sayang sekali dari sekian banyak koleksi naskah-naskah manuskrip Al Qur’an yang ada tidak ada yang boleh disentuh dan hanya bisa diamati dari luar lemari kaca yang sudah tertata rapi. Tapi tidaklah masalah karena tentu semua itu demi kebaikan Bersama dan demi keawetan juga terhadap naskah-naskah kuno yang ada.
Penulis: Muhammad Faiz Amirul Wildan, Ahmad Naufal Al Aziz, Muhammad Ubaidillah (Mahasiswa IAIN KUDUS prodi ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR)